Sepertinya pemerintah tidak akan menarik pajak untuk transaksi jual beli di media sosial. Hal ini terutama pemerintah ingin fokus pada transaksi yang lebih besar terlebih dahulu seperti halnya perusahaan-persahaan e-commerce yang ada di Indonesia.
Sedangkan kalau regulasi atas pajak yang dikenakan untuk transaksi di sosial media ini nanti diberlakukan, maka akan menghambat pertumbuhan bisnis sekala kecil. Dimana bisnis skala kecil hendanya didukung dengan regulasi yang mempermudah bukanya mempersulit. Sehingga kalau rencana dikenakanya pajak atas trasnsaksi jual beli di sosial media ini dijalankan, dikhawatirkan akan menghambar pertumbuhal bisnis di skala ini karena nilainya yang tidak sebanding.
Pemerintah juga berusaha memahami keresahan para pengusaha e-commerce yang menuntut transaksi di media sosial dikenakan pajak. Namun sejauh ini, transaksi yang ada di media sosial masih relatif kecil atau dalam skala kecil. Sehingga akan cukup sulit untuk merealisasikan regulasinya. Sebagai contoh, jika seorang ibu-ibu rumah tangga menjual kue di Instagram dengan dengan omset 3 juta per bulan, mungkin hal ini bisa dilakukan perhitungan pajak. Namun jika seorang ibu rumah tangga memposting alat masaknya yang sudah tidak terpakai untuk dijual di Facebook, hal ini akan sangat sulit direalisasikan.
“Sekarang begini, berapa banyak sih seseorang bisa jualan di Facebook? Sebanyak-banyaknya pun kan ini individu. Saya bukannya tidak mau meregulasi, tapi ya kita fokus pada yang besar dulu. Ini kan proses, nanti kalau mereka sudah besar kita bisa mengarah ke sana. Pemerintah bagaimanapun berpihak kepada UKM. Ekonomi kita 50% lebih dari itu kok,” jelas Rudiantara selaku Menteri Komunikasi dan Informatika.