Perbandingan PP Nomor 23 Tahun 208 VS PP Nomor 46 Tahun 2013
| Pasal | Deskripsi PP 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 46 TAHUN 2013 | Deskripsi PP 46 TAHUN 2013 | |
| (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun | (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun | ||||
| 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir | 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir | ||||
| dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas | dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas | ||||
| Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. | Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. | ||||
| Pasal 1 | Definisi | (2) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib | (2) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib | Definisi | |
| Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. | Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. | ||||
| (3) Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang dikenai | – | ||||
| kewajiban untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak sesuai | |||||
| dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak | |||||
| Penghasilan. | |||||
| (1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam | (1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang | ||||
| Jangka Waktu Pengenaan | negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang | memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final | |||
| bersifat final dalam jangka waktu tertentu | |||||
| (2) Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) | (2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud | ||||
| sebesar 0,5% (nol koma lima persen) | pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut: | ||||
| Subjek | |||||
| a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha | |||||
| Tarif | tetap;dan | ||||
| b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa | |||||
| sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi | |||||
| Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun | |||||
| Pajak. | |||||
| (3) Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang | (3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) | ||||
| bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: | adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan | ||||
| dan/atau jasa yang dalam usahanya: | |||||
| a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari | a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang | ||||
| jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas; | menetap maupun tidak menetap; dan | Dikecualikan Dari Subjek Pajak Orang | |||
| b. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya | b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang | ||||
| Pribadi | |||||
| terutang atau telah dibayar di luar negeri; | tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan. | ||||
| Pasal 2 | c. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final | – | |||
| dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; | |||||
| dan | |||||
| d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak. | – | ||||
| (4) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) | (4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah: | ||||
| huruf a meliputi: | |||||
| Dikecualikan Dari | |||||
| a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, | a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau | ||||
| Subjek Pajak | |||||
| akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris; | |||||
| b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang | b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi | ||||
| sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, | secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 | ||||
| pemain drama, dan penari; | (empat miliar delapan ratus juta rupiah). | ||||
| c. olahragawan; | Dikecualikan Dari Subjek Pajak Badan | ||||
| d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; | |||||
| e. pengarang, peneliti, dan penerjemah; | |||||
| f. agen iklan; | |||||
| g. pengawas atau pengelola proyek; | |||||
| h. perantara; | |||||
| i. petugas penjaja barang dagangan; | |||||
| j. agen asuransi; | |||||
| k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan | |||||
| kegiatan sejenis lainnya | |||||
| (1) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak | (1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud | ||||
| Penghasilan final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan: | dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen) | ||||
| a. Wajib Pajak orang pribadi; dan | |||||
| Subjek Pajak | Tarif | ||||
| b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau | |||||
| perseroan terbatas yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan | |||||
| peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus | |||||
| juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak. | |||||
| (2) Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam | (2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan | ||||
| hal: | pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir | ||||
| sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. | |||||
| a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif | |||||
| Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 31E Undang-Undang | |||||
| Pajak Penghasilan; | |||||
| b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang | |||||
| dibentuk oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian | |||||
| khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan | |||||
| Dikecualikan Dari | bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4); | ||||
| Subjek Pajak | |||||
| c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan: | |||||
| Pasal 3 | 1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau | ||||
| 2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan | |||||
| Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun | |||||
| Berjalan beserta perubahan atau penggantinya; dan | |||||
| Penentuan Saat Menggunakan PP 46 | |||||
| dalam menghitung PPh yang terutang | |||||
| d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap. | |||||
| (3) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, wajib | (3) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah | ||||
| menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak. | melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) | ||||
| dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang | |||||
| telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) | |||||
| sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. | |||||
| Kewajiban Menyampaikan | |||||
| (4) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk Tahun Pajak- | (4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah | ||||
| Pemberitahuan bagi Wajib Pajak Yang | |||||
| Memilih Menggunakan PP 23 atau | Tahun Pajak berikutnya tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan | Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun | |||
| Peraturan Pemerintah ini | Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak | ||||
| Tidak | |||||
| berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang | |||||
| Pajak Penghasilan. | |||||
| (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan sebagaimana | – | ||||
| dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan | |||||
Perbandingan PP Nomor 23 Tahun 208 VS PP Nomor 46 Tahun 2013
| Pasal | Deskripsi PP 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 46 TAHUN 2013 | Deskripsi PP 46 TAHUN 2013 | |
| (1) Besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 | (1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan | ||||
| ayat (1) merupakan jumlah peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun dari Tahun | yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah | ||||
| Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yang ditentukan | peredaran bruto setiap bulan. | DPP | |||
| berdasarkan keseluruhan peredaran bruto dari usaha, termasuk peredaran | |||||
| bruto dari cabang. | |||||
| (2) Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami-isteri yang: | (2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud | ||||
| Pasal 4 | DPP | dalam Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana | |||
| a. menghendaki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara | dimaksud pada ayat (1). | ||||
| tertulis; atau | |||||
| b. isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban | Cara Menghitung PPh Terutang | ||||
| perpajakannya sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf | |||||
| b dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya peredaran bruto | |||||
| sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan | |||||
| peredaran bruto usaha dari suami dan isteri. | |||||
| (1) Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas | ||||
| sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu paling lama: | penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final | ||||
| berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan | |||||
| a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; | |||||
| b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, | |||||
| persekutuan komanditer, atau firma; dan | |||||
| Batas Jangka | c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan | ||||
| Pasal 5 | terbatas. | Dikecualikan Dari Subjek Pajak | |||
| Waktu Pengenaan | |||||
| (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak: | – | ||||
| a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak yang terdaftar sejak | |||||
| berlakunya Peraturan Pemerintah ini, atau | |||||
| b. Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini, bagi Wajib Pajak yang | |||||
| telah terdaftar sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini. | |||||
| (1) Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud | Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) | ||||
| dalam Pasal 2 ayat (1) setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang | yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan | ||||
| digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final. | ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. | ||||
| DPP | |||||
| (2) Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak sebagaimana | – | ||||
| Pasal 6 | dimaksud pada ayat (1) merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa | Cara Menghitung PPh Terutang | |||
| uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum | |||||
| dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau potongan sejenis. | |||||
| Cara Menghitung | (3) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud | – | |||
| dalam Pasal 2 ayat (2) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana | |||||
| PPh Terutang | |||||
| dimaksud pada ayat (1). | |||||
| (1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang | Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri | ||||
| peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan telah melebihi Rp | yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak | ||||
| 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan | Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak | ||||
| dari usaha tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud | Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya. | ||||
| dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. | |||||
| Pasal 7 | Saat Penentuan PP 23 Atau Tarif PPh | Ketentuan Penghasilan dari luar negeri | |||
| Normal | (2) Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat | – | |||
| (1) yang diterima atau diperoleh pada Tahun Pajak-Tahun Pajak berikutnya | |||||
| oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak | |||||
| Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), | |||||
| atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan. | |||||
| (1) Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) | Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan | ||||
| dilunasi dengan cara: | Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi | ||||
| kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat | |||||
| final dengan ketentuan sebagai berikut: | |||||
| a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu; atau | a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut | ||||
| sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak; | |||||
| b. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dalam hal | b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan | ||||
| Wajib Pajak bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak yang ditunjuk | Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu | ||||
| sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak. | sebagaimana dimaksud pada huruf a; | ||||
| Pasal 8 | Cara Pelunasan PPh | Ketentuan Mengenai Kompensasi Fiskal | |||
| (2) Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud | c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat | ||||
| pada ayat (1) huruf a wajib dilakukan setiap bulan. | final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada | ||||
| Tahun Pajak berikutnya. | |||||
| (3) Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terutang sebagaimana | |||||
| dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau | |||||
| Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai | |||||
| Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. | |||||
| (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran sebagaimana | |||||
| dimaksud pada ayat (2) dan tata cara pemotongan atau pemungutan | |||||
| sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri | |||||
| Keuangan. | |||||
| (1) Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan | Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak | ||||
| Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut | Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak | ||||
| Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak | yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial | ||||
| harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal | diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. | ||||
| Pajak. | |||||
| (2) Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bahwa Wajib | – | ||||
| Pasal 9 | Terkait pemotongan pajak oleh pihak | Pajak bersangkutan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan | Cara Pelunasan PPh | ||
| lain | Pemerintah ini, berdasarkan permohonan Wajib Pajak sebagaimana | ||||
| dimaksud pada ayat (1). | |||||
| (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan dan | – | ||||
| penerbitan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat | |||||
| (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. | |||||
Perbandingan PP Nomor 23 Tahun 208 VS PP Nomor 46 Tahun 2013
| Pasal | Deskripsi PP 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 23 TAHUN 2018 | PP NOMOR 46 TAHUN 2013 | Deskripsi PP 46 TAHUN 2013 | |
| Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, bagi Wajib Pajak yang sejak awal | Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak | ||||
| Tahun Pajak 2018 sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku | Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, | ||||
| memenuhi syarat untuk menjalankan kewajiban perpajakan berdasarkan Peraturan | diatur sebagai berikut: | ||||
| Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari | |||||
| Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto | |||||
| Tertentu, namun tidak memenuhi ketentuan Wajib Pajak yang dikenai Pajak | |||||
| Penghasilan final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berlaku ketentuan sebagai | |||||
| berikut: | |||||
| 1. untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) | 1. didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun | ||||
| yang diterima atau diperoleh sejak awal Tahun Pajak sampai dengan sebelum | Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun | ||||
| Saat Penentuan PP 23 Atau Tarif PPh | Peraturan Pemerintah ini berlaku, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif | Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi | Saat Penentuan PP 23 Atau Tarif PPh | ||
| Pasal 10 | 1% (satu persen) dari peredaran bruto setiap bulan; | kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan; | |||
| Normal | Normal | ||||
| 2. untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) | 2. didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar | ||||
| yang diterima atau diperoleh sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai | sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang | ||||
| dengan akhir Tahun Pajak 2018, dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 0,5% | disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan | ||||
| (nol koma lima persen) dari peredaran bruto setiap bulan; dan | Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan | ||||
| Permerintah ini berlaku; | |||||
| 3. untuk penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) | 3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya | ||||
| yang diterima atau diperoleh mulai Tahun Pajak 2019, dikenai Pajak | penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru | ||||
| Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2a), | terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. | ||||
| atau Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan. | |||||
| Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 46 | Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013. | ||||
| Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima | |||||
| Pasal 11 | Ketentuan Peralihan | atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Lembaran | Tanggal Berlaku | ||
| Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara | |||||
| Republik Indonesia Nomor 5424), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. | |||||
| Pasal 12 | Tanggal Berlaku | Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018. | – | – | |
