
Kriteria makan & minum yang di akui secara pajak

Semua orang sama di mata hukum, bahkan para pemain sepak bola terkenal sekalipun tidak bisa lepas darinya terutama masalah membayar pajak. Yap, masalah pembayaran pajak memang menjadi hal yang menakutkan bagi banyak atlet, bukan hanya karena jumlah pajak yang sangat besar tetapi juga kurangnya pengetahuan akan pajak itu sendiri.
Banyak para atlet terkenal yang memiliki konsultan pajak sendiri, tetapi beberapa kasus menunjukkan bahwa hal itu tetap membuat mereka terjerat masalah pajak. Siapa saja sih pemain sepak bola dunia yang pernah terkena masalah pajak, berikut adalah ulasannya untuk Kamu.
1. Angel Di Maria
Angel Di Maria adalah pemain sepak bola berkebangsaan Argentina yang saat ini bermain untuk Paris Saint-Germain. Di Maria diketahui telah melakukan pelanggaran pajak saat masih berkostum Real Madrid dengan total 1,14 juta euro atau setara dengan 19 miliar Rupiah.
Di Maria harus membayar denda kepada otoritas pajak Spanyol atau dipenjara selama setahun. Beruntung, Di Maria bersikap kooperatif dan bersedia membayar 2 juta euro sehingga tidak perlu dipenjara.
2. Neymar
Neymar terkena masalah pajak lantaran nilai transfer dia tidak dilaporkan secara transparan. Hal ini terjadi pada tahun 2013 saat Barcelona mentranfer Neymar dari Santos, kala itu dilaporkan bahwa nilai transfer Neymar hanya 57 juta euro saja, tetapi diketahui 2 tahun kemudian bahwa nilai aslinya lebih dari itu.
3. Lionel Messi
Salah satu pemain bintang Lionel Messi juga sempat terkena masalah pajak, hal ini diakui tidak disadari oleh Lionel Messi sendiri. Pasalnya, denda sebesar 252 ribu euro (sekitar Rp 3,7 miliar) harus dibayar oleh Messi dan 180 ribu euro (sekitar Rp 2,6 miliar) harus dibayar oleh ayah Messi.
Kasus penggelapan pajak ini terjadi pada tahun 2007 hingga 2009 dan mulai diketahui oleh pihak perpajakan Spanyol pada tahun 2016. Messi dan ayahnya terancam dipenjara selama 21 bulan jika tidak membayar denda akibat pelanggaran pajak yang dilakukannya.
4. Xabi Alonso
Masalah pajak yang mengenai pemain kelahiran Spanyol yang juga terkena masalah pajak saat dia masih bermain untuk Real Madrid. Kasus ini sudah mencuat pada tahun 2014 dengan tuduhan penggelapan pajak dari tahun 2009-2014. Sempat dinyatakan tidak bersalah, tetapi pihak perpajakan Spanyol kembali menuntut 8 tahun penjara kepada pemain yang sudah pensiun ini pada awal tahun 2018.
5. Christiano Ronaldo
Christiano Ronaldo adalah salah satu pemain yang kasus pajaknya banyak disorot belakangan ini, masalah pajak ini jugalah yang dikatakan menjadi alasan Ronaldo minggat dari Real Madrid dan pindah ke Juventus.
Ronaldo harus menggelontorkan uang sebesar 5 juta Poundsteriling (sekitar Rp 95 miliar) agar tidak harus mendekam di penjara selama 2 tahun. Penggelapan pajak yang dilakukan Ronaldo diperkirakan terjadi pada tahun 2011 dan 2014, saat dia masih membela Real Madrid.
Nah, jadi itulah 5 pemain sepak bola terkenal yang sempat terkena masalah pajak. Jika pemain sepak bola terkenal saja bisa dihukum karena pajak, kita pun juga beresiko mengalami hal yang sama. Jadi, pastikan untuk selalu taat membayar pajak, ya!
Sumber: https://www.idntimes.com/sport/soccer/deny-hung/te rkena-masalah-pajak-5-atlet-sepak-bola-ini-hampir- saja-dipenjara-c1c2/full
UMKM Peraturan terbaru mengenai Pajak UMKM telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan berlaku mulai tanggal 1 Juli 2018. Pada peraturan baru ini Wajib Pajak yang dikenai Pajak UMKM dan bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, Wajib Pajak UMKM harus mengajukan permohonan Surat Keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Surat Keterangan ini berbeda dengan Surat Keterangan Bebas yang diatur dengan peraturan sebelumnya (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013). Apa saja yang perlu Anda ketahui mengenai Surat Keterangan Wajib Pajak UMKM? Simak penjelasan berikut:
Kegunaan Surat Keterangan
Apabila Wajib Pajak UMKM sudah memiliki Surat Keterangan, maka atas transaksi yang dilakukan dengan Pemotong atau Pemungut Pajak tersebut dikenai PPh Final sebesar 0,5% yang terutang dilunasi dengan cara dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut Pajak.
Contoh Kasus Penggunaan Surat Keterangan
PT. Angkasa memiliki perusahaan perdagangan alat elektronik dan merupakan Wajib Pajak UMKM. Pada bulan Oktober 2019, PT. Angkasa memperoleh penghasilan dari usaha penjualan alat elektronik dengan peredaran bruto sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Penjualan tersebut seluruhnya dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2019 kepada Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Pemotong atau Pemungut Pajak. PT. Angkasa memiliki Surat Keterangan Wajib Pajak UMKM. Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final yang terutang untuk bulan Oktober 2019 dilunasi dengan cara dipotong oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebesar Rp 500.000,00 (0,5% x Rp 100.000.000,00)
Syarat Permohonan Surat Keterangan
Wajib Pajak dapat diberikan Surat Keterangan sepanjang telah memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1. permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
2. telah menyampaikan SPT PPh Tahun Pajak terakhir yang telah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan (Tidak berlaku untuk Wajib Pajak yang baru terdaftar atau Wajib Pajak yang tidak memiliki kewajiban penyampaian SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir), dan
3. memenuhi kriteria Subjek Pajak yang dikenakan Pajak UMKM.
Bentuk Dokumen Surat Keterangan
Bentuk dokumen berupa permohonan Surat Keterangan dibuat dengan menggunakan format sesuai dengan contoh tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Nomor 99/PMK.03/2018.
Jangka Waktu Penerbitan Surat Keterangan
Atas permohonan Surat Keterangan , Kepala KPP atas nama Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keterangan atau surat penolakan permohonan Surat Keterangan, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah terlewati, permohonan dianggap diterima dan Kepala KPP menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah jangka waktu tersebut terlewati. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan surat penolakan, Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan sepanjang memenuhi persyaratan.
Pemberlakuan Surat Keterangan
Surat Keterangan berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan jangka waktu sesuai Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, kecuali:
1. Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan memilih untuk dikenai PPh berdasarkan Ketentuan Umum PPh, dan/atau
2. Wajib Pajak sudah tidak memenuhi kriteria sebagai subjek pajak yang dikenai PPh berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Surat Keterangan Bebas Dipersamakan dengan Surat Keterangan Sampai Akhir Tahun Pajak 2018
1. Bagi Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan Bebas (SKB) atau legalisasi SKB berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 beserta peraturan pelaksanaannya serta telah melakukan penyetoran PPh dan dapat menyerahkan bukti penyeto ran PPh dimaksud, berlaku ketentuan sebagai berikut:
SKB atau legalisasi SKB dimaksud dipersamakan kedudukannya dengan Surat Keterangan, dan berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dan
Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh.
2. Bagi Wajib Pajak yang telah diterbitkan SKB atau legalisasi SKB berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 beserta peraturan pelaksanaannya namun tidak dapat menyerahkan bukti penyetoran PPh, berlaku ketentuan sebagai berikut:
SKB atau legalisasi SKB dipersamakan kedudukannya dengan Surat Keterangan, dan berlaku sampai dengan akhir Tahun Pajak 2018, dan
Pemotong atau Pemungut Pajak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh.
Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengadakan gelaran Pajak Bertutur untuk meningkatkan kesadaran pajak. Salah satu acaranya digelar pada Jumat (9/11/2018) di Kembangan, Jakarta Barat.
Dihadiri oleh sekitar 100 delegasi dari 5 universitas di wilayah Jakarta Barat: Universitas Esa Unggul, Universitas Tarumanegara, Universitas Trisakti, Universitas Kristen Krida Wacana, dan Universitas Mercu Buana.
Salah satu pembicara adalah Kepala Bidang P2 Humas Kanwil DJP Jakbar Henny Suatri Suardi. Ia mengajak para mahasiswa agar menjadi pahlawan pajak dan menolak menjadi free rider.
“Faktanya, kita 265 juta orang, yang terdaftar cuman 35,5 juta orang, yang lapor 11,1 juta orang, kemudian yang bayar pajak 1,3 juta orang. Bayangkan dari 265 juta orang, masa yang punya penghasilan cuman 1,3 juta orang? Yang kerja commute di Jakarta saja ada 2 juta orang,” jelas Henny dalam pemaparannya.
Ia pun mengkritik mereka yang tidak memenuhi kewajiban bayar pajak, tetapi menuntut pelayanan bagus dari negara. Itulah yang disebutnya sebagai free rider.
“Si free rider ini menikmati hasil pajak. Mereka memanfaatkan fasilitas-fasilifas yang sudah dibiayai pembayar pajak, padahal dia harusnya membayar juga. Jadi dia tidak ikut melaksanakan kewajibannya,” ucap wanita lulusan University of Southern California itu.
Bagi dia, pembayar pajak yang mangkir tetapi turut menikmati hasil pajak, seperti pembangungan dan jasa yang disediakan oleh negara, sama saja dengan berbuat curang. Apalagi bila menuntut pelayanan terbaik, tetapi bahkan tidak memiliki NPWP.
Untuk para generasi muda yang menghadiri Pajak Bertutur tahun ini, Henny menanamkan pola pikir sadar pajak dan sikap kontributif agar berperan menyebarluaskan pentingnya membayar pajak.
Ia yakin para mahasiswa tersadar bahwa membayar pajak juga termasuk bentuk dari membela negara karena mendorong terciptanya kemakmuran merata di daerah.
“Kita berharap di pikiran atau mindset mereka kalau membayar pajak tidaklah berat. Itu tanggung jawab mereka, bela negara mereka, kesadaran mereka. Mereka harus meneruskan perjuangan pahlawan zaman dahulu dan sekarang mereka menjadi pahlawan zaman now dengan membayar pajak,” pungkasnya.
Sumber: https://www.liputan6.com/bisnis/read/3688197/banya k-orang-mangkir-bayar-pajak-tapi-nikmati-hasilnya
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyebut jumlah pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mencapai sekitar 60 juta dan berkontribusi sebanyak 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, hanya 1,5 juta yang tercatat sebagai pembayar pajak dengan kontribusi sebesar 2,2% terhadap total penerimaan pajak penghasilan yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak.
Ditjen Pajak berharap kepatuhan pajak UMKM semakin meningkat setelah pemerintah menurunkan tarif pajak UMKM mulai Juli lalu. Maka itu, sosialisasi dan pelatihan perpajakan pun digencarkan. “Dengan adanya penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) final bagi pelaku UMKM menjadi 0,5%, Pemerintah mengharapkan semakin banyak pelaku UMKM yang menjadi pembayar pajak yang patuh,” demikian dikutip dari keterangan resmi Ditjen Pajak yang dilansir pada Rabu (31/10).
Dalam hal pelatihan, Ditjen Pajak baru saja meneken perjanjian kerja sama dengan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengadakan pembinaan dan pelatihan perpajakan bagi UMKM binaan BUMN. Kelima BUMN yang dimaksud yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
“Ditjen Pajak akan memberikan pelatihan dan bimbingan terkait materi perpajakan, pembukuan, dan materi lainnya serta layanan perpajakan kepada UMKM (binaan BUMN) yang tergabung dalam program Rumah Kreatif BUMN,” demikian tertulis.
Program pembinaan dan pelatihan tersebut merupakan perluasan dari program Business Development Services yang telah dirintis Ditjen Pajak sejak tahun 2015. Dalam program Business Development Services, Ditjen Pajak memberikan bantuan bimbingan bukan saja di bidang perpajakan tapi juga seputar pemasaran, pengajuan kredit, dan pengembangan produk kepada UMKM di area kerja beberapa Kantor Pelayanan Pajak.
Setelah program tersebut berjalan, Ditjen Pajak berharap pelaku pelaku UMKM binaan kelima BUMN lebih berkembang termasuk dalam mematuhi ketentuan di bidang perpajakan. “Sehingga meningkatkan kontribusi UMKM terhadap penerimaan pajak sehingga sebanding dengan peranan penting UMKM dalam ekonomi Indonesia,” demikian tertulis.
Sumber: https://katadata.co.id/berita/2018/10/31/ditjen-pa jak-hanya-15-juta-dari-60-juta-pelaku-umkm-bayar-p ajak
TEMPO.CO, Jakarta – Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur memberikan teguran keras kepada para penunggak pajak dengan memasang plang dan spanduk peringatan, salah satunya Taman Mini Indonesia Indah disingkat TMII.
Menurut Wali Kota Jakarta Timur, Muhamad Anwar, setidaknya ada 150 titik tempat yang menunggak Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (PBB P2) di 12 kecamatan yang totalnya mencapai Rp 43 miliar. Termasuk TMII.
Plang tunggakan pajak itu dimaksudkan untuk memberikan efek jera kepada para wajib pajak, terutama tempat usaha besar dengan jumlah pengunjung yang banyak, seperti TMII, Apartemen Titnium, dan Pasar Rebo.
“Kalau sepi, nunggak pajak okelah bisa dimaklumi,” kata dia kepada Tempo, Rabu, 24 Oktober 2018.
Tiga wahana di TMII yang dipasangi spanduk dan plang peringatan dari total tujuh wahana yang belum membayar pajak adalah Snowbay, Skylift Kereta Gantung, dan Desa Wisata.
Anwar menuturkan, sebelumnya telah diberikan surat teguran dan panggilan kepada para penunggak pajak. Tapi tidak ada tindak lanjut dari para wajib pajak tersebut. Anwar menambahkan, para penunggak pajak lainnya akan dipasangi plang secara bertahap.
Manajer Budaya Informasi TMII, Dwi Windiarto, menyatakan kecewa atas pemasangan plang atau spanduk tunggakan pajak di tiga wahana itu. Menurut dia, manajemen sedang memproses pembayaran pajak tersebut.
“Saat ini dalam proses negosiasi antara pemerintah pusat, DKI Jakarta, serta Jakarta Timur,” ujar dia, Rabu, 24 Oktober 2018.
Menurut Dwi, negosiasi tersebut dilakukan antara Sekretariat Negara dan pemerintah DKI tentang pembayaran PBB P2 dan pajak lainnya. Menurut dia, TMII merupakan salah satu aset negara yang dikuasai oleh Sekretariat Negara, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan pajak harus dilakukan juga melalui negara.
Sumber: https://metro.tempo.co/read/1139709/tiga-wahana-di -tmii-dipasangi-plang-karena-menunggak-pajak/full& view=ok
Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) siap melakukan reformasi kelembagaan secara menyeluruh. Salah satunya dengan melakukan perubahan skema dalam mengejar para wajib pajak yang tak patuh.
Pemeriksaan wajib pajak akan diubah mekanismenya. Melalui sebuah komite, DJP akan pilih-pilih siapa saja yang pantas diperiksa dan tidak.
Hal ini diungkapkan oleh Dirjen Pajak Robert Pakpahan saat mengundang para wajib pajak tajir di KPP Madya Jakarta Timur, Selasa (23/10/2018) malam.
“Kita lagi reform skema pemeriksaan wajib pajak. Sebelumnya kan banyak yang lebih bayar dan kurang bayar. Nah ini kami akan lebih memberikan keadilan dan efisiensi dalam melakukan pemeriksaan dan seleksi wajib pajak,” kata Robert.
“Kita seleksi wajib pajak kenapa dia diperiksa dan kenapa tidak. Itu nanti ada formulanya. Sehingga ada kontrol yang baik,” tutur Robert.
Menurut Robert, pihaknya tidak akan semena-mena dalam melakukan pemeriksaan. Ia berjanji, wajib pajak yang patuh tidak akan pernah berurusan dengan pemeriksaan.
“Seleksi ini yang diperiksa adalah yang memang berisiko tinggi. Di Formula kami, ditetapkan nanti siapa yang diperiksa lewat sebuah komite yang cukup qualified. Dan memastikan pemeriksaan tidak sembrono,” imbuh Robert.
Reformasi pemeriksaan pajak ini, sambung Robert dilakukan juga seiring dengan efisiensi DJP. Efisiensi ini juga terkait dengan tenaga Sumber Daya Manusia.
“Kita tak mau kejar wajib pajak patuh. Jadi nanti koordinasi dan secara sistem akan dipilih secara prudent siapa yang akan diperiksa.”
“Aturan ini akan segera keluar dan nanti masyarakat bisa merasakannya reformasi dari sistem perpajakan ktia,” tutur Robert.
Dalam acara tersebut, Robert mengundang setidaknya 100 wajib pajak tajir. Dan memberikan apresiasi kepada wajib pajak yang patuh.
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20181023195628- 4-38717/psst-bakal-ada-aturan-baru-soal-pemeriksaa n-wajib-pajak
Salah satu poin penting yang perlu diperhatikan Pemotong atau Pemungut Pajak terkait dengan berlakunya peraturan baru mengenai Pajak atas UMKM (Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018) yaitu terkait mekanisme pemotongan dan/atau pemungutan pajaknya. Berbeda dengan peraturan sebelumnya (Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013), terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak yang bertransaksi dengan Wajib Pajak UMKM, sebagai berikut:
1. Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai Pajak UMKM bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, Wajib Pajak UMKM harus mengajukan permohonan Surat Keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keterangan bahwa Wajib Pajak bersangkutan dikenai Pajak UMKM, berdasarkan permohonan Wajib Pajak. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan dan penerbitan Surat Keterangan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018.
2. Pemotong atau Pemungut Pajak dalam kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak UMKM dengan tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen) terhadap Wajib Pajak UMKM yang memiliki Surat Keterangan. Pemotongan atau pemungutan yang dimaksud memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
– dilakukan untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang merupakan objek pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan, dan
– Wajib Pajak UMKM bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak.
3. Pemotong atau Pemungut Pajak tidak melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap Wajib Pajak UMKM yang memiliki Surat Keterangan, yang melakukan transaksi impor atau pembelian barang, dan Wajib Pajak UMKM bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak.
4. Pajak yang telah dipotong atau dipungut disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5. Pajak yang telah dipotong atau dipungut disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan SSP yang telah diisi atas nama Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut serta ditandatangani oleh Pemotong atau Pemungut Pajak.
6. SSP sebagaimana dimaksud sebelumnya merupakan bukti pemotongan atau pemungutan Pajak UMKM dan harus diberikan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak kepada Wajib Pajak UMKM yang dipotong atau dipungut.
7. Pemotong atau Pemungut Pajak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan atas pemotongan atau pemungutan Pajak UMKM ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Pemotong atau Pemungut Pajak terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Sejak diberlakukannya penerapan faktur pajak elektronik (e-faktur) secara nasional ternyata masih terdapat kegiatan penerbitan Faktur Pajak Tidak Sah yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Untuk mencegah dan menghentikan kerugian lebih lanjut pada penerimaan pajak serta mengembalikan kerugian penerimaan pajak, Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) melalui SE-17/PJ/2018 telah mengatur mengenai tata cara penanganan Wajib Pajak yang terindikasi sebagai penerbit faktur pajak tidak sah. Di dalam SE-17/PJ/2018 disebutkan bahwa dalam rangka penentuan wajib pajak terindikasi penerbit perlu dilakukan analisis terhadap indikasi awal bahwa Wajib Pajak sebagai penerbit Faktur Pajak Tidak Sah. Salah satu indikasi yang dimaksud adalah Wajib Pajak yang memiliki administrasi pelaporan pajak tidak wajar. Karakteristik administrasi pelaporan pajak tidak wajar yang dimaksud tersebut antara lain:
1. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dengan status Lebih Bayar dan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun:
a. Wajib Pajak bukan Wajib Pajak yang baru berdiri.
b. Wajib Pajak tidak sedang berinvestasi pada barang modal.
c. Tidak terdapat peningkatan persediaan yang signifikan, dan/atau
d. Wajib Pajak tidak melakukan, atau melakukan dengan jumlah persentase yang kecil, atas:
i. penyerahan yang terutang PPN namun tidak dipungut.
ii penyerahan ekspor, dan/atau
iii penyerahan kepada Pemungut PPN.
2. Wajib Pajak memiliki penyerahan terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam jumlah besar namun secara konsisten PPN Kurang Bayar yang dibayar atau disetor kecil,
3. Wajib Pajak melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah Pajak Keluaran menjadi lebih besar namun diimbangi juga dengan penambahan Pajak Masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN Kurang Bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN Kurang Bayar tetapi nilainya kecil, dan/atau
4. Wajib Pajak rutin menyampaikan SPT Masa PPN namun tidak atau kurang patuh dalam menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 23 dan/atau Pasal 26, Pasal 25, Pasal 4 ayat (2), dan/atau SPT Tahunan PPh.