1. | Di antara angka 1 dan angka 2 Pasal 1 disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 1a sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. | Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang selanjutnya disingkat SKK Migas adalah penyelenggara pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dibentuk sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. | 1a. | Badan Pengelola Migas Aceh, yang selanjutnya disingkat BPMA adalah suatu badan Pemerintah yang dibentuk untuk melakukan pengelolaan dan pengendalian bersama kegiatan usaha hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh (0 s.d. 12 mil laut). | 2. | Kontrak Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. | 3. | Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | 4. | Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah. | 5. | Peraturan Kepala Daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota. | 6. | Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. | 7. | Pajak Air Permukaan yang selanjutnya disingkat PAP adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. | 8. | Air Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. | 9. | Pajak Air Tanah yang selanjutnya disingkat PAT adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. | 10. | Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. | 11. | Pajak Penerangan Jalan yang selanjutnya disingkat PPJ adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. | 12. | Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi adalah rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan dan membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. |
|
2. | Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 4 diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: Pasal 4 (1) | PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan pajak kabupaten/kota. | (2) | PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengenaannya berdasarkan pada nilai perolehan air tanah. | (3) | Besaran nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati/Walikota. | (3a) | Besaran nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dengan berpedoman pada Peraturan Gubernur mengenai nilai perolehan air tanah. | (4) | Peraturan Gubernur mengenai nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3a) ditetapkan berdasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. | (5) | Tarif PAT ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. | (6) | Besaran pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan realisasi pemanfaatan air tanah. | (7) | PAT yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada. |
|
3. | Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 6 diubah, sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) | Kontraktor menyampaikan data realisasi volume pemanfaatan air permukaan, air tanah, dan tenaga listrik kepada Pemerintah Daerah setiap bulan paling lambat pada minggu kedua bulan berikutnya. | (2) | Data realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menghitung besaran pokok pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5 ayat (5). | (3) | Data realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu divalidasi oleh SKK Migas atau BPMA bersama dengan Kontraktor dan Pemerintah Daerah. | (4) | Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pihak Kontraktor, Pemerintah Daerah, dan SKK Migas atau BPMA. | (5) | Jenis berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:- Berita Acara Pemanfaatan Air Permukaan Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Berita Acara Pemanfaatan Air Tanah Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Berita Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
| (6) | Berita Acara Pemanfaatan Air Permukaan Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | (7) | Berita Acara Pemanfaatan Air Tanah Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | (8) | Berita Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
4. | Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 8 diubah, sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) | Gubernur atau Sekretaris Daerah atas nama Gubernur menyampaikan surat tagihan pokok PAP yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) secara tertulis kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. | (2) | Bupati/Walikota atau Sekretaris Daerah atas nama Bupati/Walikota menyampaikan surat tagihan pokok PAT dan/atau pokok PPJ yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ayat (3) secara tertulis kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. | (3) | Surat tagihan pokok PAP dan pokok PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan:- asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf a atau huruf b;
- asli Surat Ketetapan Pajak Daerah;
- Peraturan Daerah mengenai PAP atau PAT;
- Peraturan Kepala Daerah mengenai nilai perolehan air permukaan atau nilai perolehan air tanah; dan
- Surat keterangan dari Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah atas nama Kepala Daerah yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada dalam huruf c dan huruf d masih berlaku.
| (4) | Surat tagihan pokok PPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:- asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf c;
- asli Surat Pemberitahuan Pajak Daerah;
- Peraturan Daerah mengenai PPJ;
- Peraturan Kepala Daerah mengenai harga jual tenaga listrik sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
- Surat keterangan dari Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah atas nama Kepala Daerah yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d masih berlaku.
| (5) | Surat tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
5. | Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1) | Atas surat tagihan pokok PAP, pokok PAT dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, SKK Migas atau BPMA melakukan proses verifikasi. | (2) | Dalam rangka proses verifikasi tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKK Migas atau BPMA melakukan penelitian sebagai berikut:a. | kelengkapan dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4); | b. | kesesuaian dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5); | c. | kesesuaian tarif dan dasar pengenaan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagai berikut:1) | tarif dan dasar pengenaan PAP sebagaimana diatur dalam Pasal 3; | 2) | tarif dan dasar pengenaan PAT sebagaimana diatur dalam Pasal 4; dan | 3) | tarif dan dasar pengenaan PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 5; dan |
| d. | kebenaran perhitungan atas besaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ terutang. |
| (3) | Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi, terdapat salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, SKK Migas atau BPMA tidak dapat memproses lebih lanjut surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2). | (4) | Dalam hal surat tagihan tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SKK Migas atau BPMA menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah. | (5) | Terhadap surat tagihan yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dapat diajukan kembali oleh Kepala Daerah kepada SKK Migas atau BPMA setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | (6) | Dalam hal verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi persyaratan, Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA atau pejabat setingkat dibawahnya menerbitkan surat permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Anggaran yang dilengkapi dengan kertas kerja verifikasi yang digunakan dalam proses penelitian sebagaimana diatur pada ayat (2). | (7) | Pelaksanaan proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyampaian surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penyampaian surat permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh SKK Migas atau BPMA dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2). | (8) | Surat permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|
6. | Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 (1) | Dalam rangka memproses permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ yang disampaikan oleh SKK Migas atau BPMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7), Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian sebagai berikut:- kesesuaian surat permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8); dan
- kelengkapan kertas kerja verifikasi perhitungan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6).
| (2) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian terdapat salah satu ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Direktorat Jenderal Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan pembayaran. | (3) | Dalam hal permintaan pembayaran tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA. | (4) | Terhadap permintaan pembayaran yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat diajukan kembali oleh Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | (5) | Dalam hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi persyaratan, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. | (6) | Pelaksanaan proses penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian surat pemberitahuan kepada Kepala SKK Migas atau Kepala BPMA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau penyampaian surat permintaan pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6). |
|
7. | Ketentuan Pasal 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 12 (1) | Direktorat Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktorat Jenderal Perbendaharaan menyampaikan bukti transaksi pemindahbukuan di Rekening Minyak dan Gas Bumi dari Bank Indonesia kepada Direktorat Jenderal Anggaran c.q Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak. | (2) | Direktorat Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan pembayaran pokok PAP atau pokok PAT atau pokok PPJ berdasarkan bukti transaksi pemindahbukuan di Rekening Minyak dan Gas Bumi dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKK Migas atau BPMA. | (3) | SKK Migas atau BPMA menyampaikan laporan penerimaan pembayaran pokok PAP atau pokok PAT atau pokok PPJ dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima laporan dari Pemerintah Daerah kepada Direktorat Jenderal Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, dengan tembusan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
|
8. | Mengubah Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.02/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang Dibayarkan oleh Pemerintah Pusat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 122) sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, Lampiran IV, dan Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |