8 alasanSeiring dengan kebutuhan untuk melakukan penyempurnaan dalam kegiatan pemeriksaan pajak dan sejalan dengan reformasi birokrasi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan pengaturan ulang mengenai penentuan Wajib Pajak yang akan dilakukan pemeriksaan. Adapun kebijakan pemeriksaan pajak tersebut diperbarui dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018. Di dalam Surat Edaran tersebut salah satunya membahas terkait alasan dilakukannya pemeriksaan pajak rutin. Pemeriksaan pajak rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Pemeriksaan pajak rutin dilakukan dengan alasan sebagai berikut :
- Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Tahunan PPh Lebih Bayar Restitusi) berdasarkan Pasal 17B UU KUP;
- Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN yang menyatakan lebih bayar restitusi (SPT Masa PPN Lebih Bayar Restitusi) berdasarkan Pasal 17B UU KUP;
- Wajib Pajak menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar Kompensasi;
- Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C dan Pasal 17D UU KUP atau Pasal 9 ayat (4c) UU PPN;
- Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh yang Menyatakan Rugi;
- Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi atau pembubaran usaha, atau Wajib Pajak Orang Pribadi akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
- Wajib Pajak melakukan:
a) perubahan tahun buku;
b) perubahan metode pembukuan; dan/atau
c) penilaian kembali aktiva tetap;
8. Wajib Pajak tidak menyampaikan SPOP PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 256/PMK.03/2014.
Dengan adanya pembaruan kebijakan pemeriksaan pajak melalui SE-15/PJ/2018 tersebut, maka SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan SE-25/PJ/2015 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Penelitian PBB dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.