PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 12/PJ/2019
TENTANG
TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN PEMANFAATAN JASA KENA
PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN
ATAS IMPOR YANG MERUPAKAN PEMASUKAN BARANG
YANG DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa untuk memberikan kepastian hukum perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas impor termasuk impor sementara, yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan mendukung kemudahan dalam berusaha (ease of doing business), perlu mengatur mengenai tata cara penerbitan surat keterangan pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean atas impor yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Atas Impor yang Merupakan Pemasukan Barang yang Digunakan untuk Kegiatan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.04/2017 tentang Impor Sementara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1703);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN ATAS IMPOR YANG MERUPAKAN PEMASUKAN BARANG YANG DIGUNAKAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
- Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disingkat PPN atau PPN dan PPnBM, adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Barang Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat BKP, adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Jasa Kena Pajak, yang selanjutnya disingkat JKP, adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
- Surat Keterangan Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang selanjutnya disebut SKJLN, adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak melakukan pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
- Kode Verifikasi SKJLN adalah kode yang digunakan untuk memverifikasi kebenaran SKJLN.
Pasal 2
(1) Impor BKP terutang PPN atau PPN dan PPnBM.
(2) Impor BKP yang merupakan pemasukan barang yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak, tidak dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM atas impor BKP.
(3) Impor BKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk impor sementara.
(4) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 3
(1) Wajib Pajak harus memiliki SKJLN sebelum melakukan impor untuk memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Untuk memiliki SKJLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak, atas setiap impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi:
a. Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. Nama dan alamat lawan transaksi;
c. Jenis dan nilai transaksi;
d. Nomor dan tanggal kontrak;
e. Nomor dan tanggal adendum kontrak, dalam hal ada perubahan atas kontrak sebelumnya;
f. Tanggal kontrak berakhir; dan
g. Jenis barang yang diimpor, dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan mekanisme impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
(4) Wajib Pajak harus bertanggung jawab terhadap kebenaran informasi yang diisi atau disampaikan dalam permohonan penerbitan SKJLN.
(5) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Dalam hal laman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia atau tidak dapat diakses, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
(7) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditandatangani oleh:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan; atau
b. pimpinan tertinggi Wajib Pajak Badan atau pengurus yang diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan, yang dibuktikan dengan fotokopi akta pendirian atau dokumen pendukung lainnya.
Pasal 4
Wajib Pajak diberikan SKJLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dalam hal memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk 2 (dua) Tahun Pajak terakhir; dan/atau
b. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir bagi Wajib Pajak yang merupakan Pengusaha Kena Pajak,
yang sudah menjadi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 5
(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), Direktorat Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar:
a. menerbitkan SKJLN, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan Pasal 4; atau
b. tidak memproses permohonan, dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan/atau Pasal 4,
secara otomatis melalui laman milik Direktorat Jenderal Pajak, segera setelah permohonan disampaikan.
(2) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar:
a. menerbitkan SKJLN dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dalam hal Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 3 ayat (7), dan Pasal 4; atau
b. menerbitkan surat penolakan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (3), Pasal 3 ayat (7), dan/atau Pasal 4.
(3) SKJLN yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a memuat Kode Verifikasi SKJLN.
Pasal 6
(1) Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak berhak memperoleh SKJLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan SKJLN.
(2) Atas pembatalan SKJLN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Pajak wajib membayar PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas impor BKP dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Saat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan pada saat impor BKP.
(4) Kewajiban pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkan surat keterangan pembatalan SKJLN.
(5) Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 7
(1) Dalam hal kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) tidak dipenuhi, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(2) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung sejak saat impor BKP sampai dengan tanggal pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pasal 8
Permohonan penerbitan SKJLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), SKJLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, dan surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, surat keterangan pembatalan SKJLN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), dibuat sesuai dengan contoh format yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 9
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juni 2019
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
ROBERT PAKPAHAN