Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan siap mengeluarkan aturan perpajakan baru

Jakarta, CNBC Indonesia – Usai Rapat Terbatas (Ratas) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan siap mengeluarkan aturan perpajakan baru.

“Dalam rangka ini, kami susun RUU baru,” kata Sri Mulyani di Kantor Presiden, Selasa (3/9/2019).

“RUU ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian,” imbuh Sri Mulyani.

Lebih jauh, Sri Mulyani mengatakan hal ini dilakukan untuk menaikkan perekonomian Indonesia. Termasuk pendanaan investasi, menyesuaikan prinsip income perpajakan hingga menggunakan azas teritorial.

“Ini mendorong kepatuhan, menciptakan keadilan iklim usaha, dan tempatkan berbagai fasilitas perpajakan dalam perundang undangan.”

Berikut poin-poin pengaturan pajak baru :

Poin-Poin Aturan Pajak Baru

  1. Menyangkut Pengaturan Tarif

Dalam RUU akan menyangkut 3 UU yang terevisi, PPh (Pajak Penghasilan), PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan KUP (Ketentuan Umum Perpajakan).

“Di bidang PPh, substansi terpenting adalah penurunan tarif PPh Badan. Seperti yang sudah disampaikan, sekarang 25 persen, turun secara bertahap ke 20 persen,” kata Sri Mulyani.

“Bisa dilakukan (penurunan PPh) dan penurunan dimulai 2021. Dari 2020 tidak terpengaruh, baru 2021. Perusahaan go public penurunan 3 persen di bawahnya. Artinya bisa 17 persen, sama dengan PPh di Singapura, terutama Go PUblic baru yang baru mau mausk ke bursa.”

  1. PPh atas Dividen

Dalam RUU akan hapuskan PPh atas deviden dari dalam negeri dan luar negeri.

“Selama ini dividen dari dalam dan Luar Negeri yang diterima PPh badan kalau miliki saham di atas 25 persen tidak dikenai PPh, tapi kalau di bawah kena PPh normal 25 persen.”

“Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) juga dikenakan PPh Final 10 persen. Nah, dalam RUU semua pajak PPh dividen dihapuskan apabila dividen itu ditanamkan dalam investasi di Indonesia, baik dividen dalam or luar negeri maka dia akan dibebaskan selama dia diinvestasikan dalam wilayah NKRI.”

  1. Rezim Wajib Pajak Orang Pribadi

“PPh Wajib Pajak Orang Pribadi kami akan terapkan perubahan rezim perpajakan dari World Wide jadi Teritorial. Artinya WNI atau WNA, akan menjadi Wajib Pajak di Indonesia tergantung berapa lama tinggal, cut of date 38 hari dan akan dikenakan rezim pajak teritorial.”

  1. Wajib Pajak Lebih Patuh

“RUU ini bertujuan untuk para Wajib Pajak lebih patuh dengan lebih mudah. RUU ini untuk meningkatkan kepatuhan WP tanpa terbebani.”

Sri Mulyani mengatakan, ada beberapa hal yang ringankan sanksi. Kalau WP selama ini melakukan pembetulan SPT baik tahunan atau masa, dan mereka alami kurang bayar dan melakukan pembetulan, selama ini dikenakan sanksi 2 persen per bulan dari pajak yang kurang bayar.

“Dalam RUU ini, 2 persen per bulan sangat memberatkan. Kami menurun kansanksi perbulan prorata, suku bunga acuan di pasar plus 5 persen.”

“Kami akan turunkan sanksi denda untuk faktur pajak yang tidak dibuat atau aktur pajak yang dibuat tidak tepat waktu,” tuturnya.

“Selama ini sanksi 2 persen dari pengenaan pajak. RUU ini akan usulkan, diturunkan ke 1 persen. Dan sanksi denda bagi pengusaha yang tidak laporkan usaha, selama ini tidak ada sanksi admin.”

  1. Relaksasi Kredit Pajak

“Kami berikan relaksasi terhadap hak untuk kreditkan pajak masukan terutama bagi perusahaan kena pajak yang selama ini barang yang dihasilkan tidak dibukukan sebagai obyek pajak.”

“Pajak masukan yang tadinya tidak bisa dikreditkan, bisa dikreditkan.”

  1. Fasilitas Insentif Perpajakan

“Dalam RUU ini kami akan tempatkan seluruh fasilitas insentif perpajakan dalam satu bagian, seperti tax holiday, super deduction, fasilitas PPh untuk KEK, dan PPh untuk SBN di pasar internasional.”

  1. Pajak Perusahaan Digital

“Dalam rangka antisipasi dari sisi munculnya perusahaan digital internasional seperti Amazon, Google, selama ini perusahaan itu tidak bisa dikukuhkan sebagai subyek pajak LN yang bisa melakukan pemungutan pajak yang kemudian disetor ke kita.”

“Namanya subyek pajak LN. Dengan RUU ini, kami tetapkan bahwa mereka perusahaan digital internasional, Google, Amazon, mereka bisa memungut, menyetor, dan melaporkan PPN. Supaya tidak ada penghindaran pajak, karena mereka tahu berapa jumlah volume kegiatan ekonominya. Tarif sama, 10 persen.”

  1. Bentuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Dengan ekonomi digital, perusahaan tak harus ada di Indonesia tapi dapat untung banyak dari Indonesia. Menurut Sri Mulyani seperti Google.

“Tapi mereka tak punya Bentuk Usaha Tetap (BUT). Dalam RUU ini, maka definisi BUT tak lagi didasarkan pada kehadiran fisik. Walau mereka tak punya kantor cabang di Indonesia tapi kewajiban pajak tetap ada,” kata Sri Mulyani.

“Tarifnya akan ditetapkan dalam PPh dan PPN dalam RUU ini.”

“Presiden dan Wapres meminta matangkan RUU ini sehingga bisa lakukan konsultasi publik sehingga bisa disampaikan segera ke Dewan untuk perkuat ekonomi Indonesia.” (dru/dru)

Sumber: https://cutt.ly/Wwn8qIq

Leave a Reply