Peraturan MenKeu- 165/PMK.03/2017

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 165 / PMK.03 / 2017
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016
TENTANG PENGAMPUNAN PAJAKDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak telah diatur ketentuan mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;
  2. bahwa untuk lebih memberikan keadilan, pelayanan, kemudahan, dan mendorong kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan kebijakan Pengampunan Pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, perlu melakukan penyempurnaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 huruf a, huruf b, huruf d dan huruf e Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1043) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1438);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1043) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1438), diubah sebagai berikut:

1.Ketentuan ayat (4) dan ayat (6) Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24
(1)Wajib Pajak yang telah memperoleh Surat Keterangan dan membayar Uang Tebusan atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang belum dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak, harus melakukan pengalihan hak menjadi atas nama Wajib Pajak.
(2)Atas pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan, dalam hal:

  1. permohonan pengalihan hak; atau
  2. penandatanganan surat pernyataan oleh kedua belah pihak di hadapan Notaris yang menyatakan bahwa Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah benar milik Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan, dalam hal Harta tersebut belum dapat diajukan permohonan pengalihan hak,

dilakukan paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.

(2a)Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku dalam hal dokumen kepemilikan atas tanah dan/atau bangunan yang akan dilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih atas nama:

  1. pihak perantara (nominee) yang namanya digunakan oleh Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan selaku pemilik sebenarnya untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan;
  2. pemberi hibah;
  3. pewaris; atau
  4. salah satu ahli waris, dalam hal tanah dan/atau bangunan tersebut telah terbagi.
(2b)Pembebasan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan dalam hal:

  1. telah terjadi pembelian tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak dari pengembang (developer); dan
  2. terhadap hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum dilakukan balik nama dari pengembang (developer) kepada Wajib Pajak.
(3)Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dapat dibaliknamakan dan dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu Harta tambahan yang telah diperoleh dan/atau dimiliki Wajib Pajak sebelum akhir Tahun Pajak Terakhir.
(4)Untuk keperluan balik nama atas Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak menyampaikan bukti pembebasan Pajak Penghasilan kepada Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah berupa surat keterangan bebas atau fotokopi Surat Keterangan.
(5)Permohonan surat keterangan bebas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan oleh Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar sebelum dilakukan pengalihan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan:

  1. fotokopi Surat Keterangan;
  2. fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas Harta yang dibaliknamakan;
  3. fotokopi dokumen kepemilikan atas Harta yang masih atas nama pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), dan akan dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak; dan
  4. surat pernyataan kepemilikan Harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh Notaris.
(6)Surat keterangan bebas Pajak Penghasilan atau fotokopi Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku sepanjang digunakan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
2.Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) Pasal 40 diubah, sehingga Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 40
(1)Wajib Pajak harus menyampaikan:

  1. tanggapan atas surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1);
  2. laporan sehubungan dengan penerbitan surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2);

paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat peringatan dikirim.

(2)Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau menyampaikan tanggapan namun diketahui bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dan/atau Pasal 13 ayat (5) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas penghasilan dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan dan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
  2. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(3)Wajib Pajak yang tidak menyampaikan laporan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan diketahui tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dan/atau Pasal 13 ayat (5) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas penghasilan dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan dan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; dan
  2. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(4)Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), Direktur Jenderal Pajak menetapkan Pajak Penghasilan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar.
(5)Pembayaran Pajak Penghasilan dan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 514.
3.Ketentuan ayat (5) Pasal 43 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 43
(1)Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh Surat Keterangan kemudian ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.
(2)Termasuk dalam pengertian Harta yang belum atau kurang diungkapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

  1. Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b yang tidak diungkapkan sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
  2. penyesuaian nilai Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2).
(3)Dalam hal terdapat tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar.
(4)Terhadap surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. diterbitkan untuk masa pajak saat ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan;
  2. surat ketetapan pajak kurang bayar mencantumkan jumlah Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
  3. Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung menggunakan tarif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan
  4. atas Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam huruf c dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen).
(5)Pembayaran jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 515.
4.Ketentuan ayat (4) Pasal 44 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44
(1)Terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan sampai dengan periode Pengampunan Pajak berakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal Direktur Jenderal Pajak menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dan belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud;
  2. data dan/atau informasi mengenai Harta Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditemukan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku.
(2)Atas tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pajak dan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar.
(3)Terhadap surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku ketentuan sebagai berikut:

  1. diterbitkan untuk masa pajak ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir;
  2. dalam surat ketetapan pajak kurang bayar tercantum jumlah Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
  3. Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung menggunakan tarif sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan; dan
  4. atas Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam huruf c dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dihitung sejak saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar.
(4)Pembayaran jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 516.
5.Di antara Pasal 44 dan Pasal 45 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 44A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 44A
(1)Wajib Pajak dapat mengungkapkan:

  1. Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1); atau
  2. Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1),

sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menemukan data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud.

(2)Atas Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dianggap sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan.
(3)Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan cara mengalikan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan dengan dasar pengenaan Pajak Penghasilan.
(4)Dasar pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) yaitu sebesar jumlah Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan; atau
  2. Harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yaitu sebesar jumlah Harta yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
(5)Nilai yang dijadikan pedoman untuk menghitung besarnya nilai Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan:

  1. nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;
  2. nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), untuk tanah dan/atau bangunan dan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB), untuk kendaraan bermotor;
  3. nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
  4. nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau
  5. nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia, untuk obligasi negara Republik Indonesia dan obligasi perusahaan,

sesuai kondisi dan keadaan Harta pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

(6)Dalam hal tidak terdapat nilai yang dapat dijadikan pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b sampai dengan huruf e, nilai Harta ditentukan sebagai berikut:

  1. nilai dari hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik; atau
  2. nilai dari hasil penilaian Direktur Jenderal Pajak, apabila Wajib Pajak meminta untuk dilakukan penilaian.
(7)Pengungkapan Harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final dengan dilampiri bukti pembayaran Pajak Penghasilan atas Harta.
(8)Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran 422 dengan mencantumkan pembayaran atau penyetoran untuk Masa Pajak dilakukannya pengungkapan Harta.
(9)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(10)Dalam hal jumlah Pajak Penghasilan yang dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kurang dari jumlah yang seharusnya dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan tertentu berupa Harta Bersih yang diperlakukan atau dianggap sebagai penghasilan, atas kekurangan tersebut diterbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
6.Ketentuan Pasal 46 ditambahkan 1 (satu) ayat yakni ayat (3), sehingga Pasal 46 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 46
(1)Segala sengketa yang berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Pengampunan Pajak, hanya dapat diselesaikan melalui pengajuan gugatan.
(2)Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan pada badan peradilan pajak.
(3)Upaya hukum terhadap sengketa yang berkaitan dengan penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat (2), dan/atau Pasal 44A ayat (10) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
Pasal II

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 2017
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,ttd.SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 20 November 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR 1645
Source : ortax.org

Leave a Reply